Minggu Pagi, 14 Maret 2010
Ini cerita ku, dimana semua perjuangan ku dimulai sejak aku berada di rahim ibu ku. Semua pengorbanan, semua air mata, semua jerih payah sudah terbayar sudah. Tiada lagi air mata kesedihan, yang ada air mata bahagia. Sengaja aku menulis cerita ini agar dapat dibaca oleh semua manusia yang ada di Indonesia ini, agar dapat menjadi pelajaran bagi sesama, agar dapat membuka mata hati setiap orang yang membaca, dan agar tiada lagi kesombongan yang perlu dibanggakan. Semua perjalanan hidup membuat aku menjadi seseorang yang kuat dalam menghadapi semua masalah. Dan sekarang di tempat aku berpijak akan aku ceritakan.
1. Martha
A. Masa Kecil
Dia adalah seorang gadis biasa yang berasal dari Manado ibu kota provinsi Sulawesi Utara, disanalah dia berjuang untuk kehidupannya, Martha berasal dari keluarga yang sederhana dan taat kepada agama yang dianutnya yaitu Protestan. Ayah Martha adalah seorang Pendeta dan Ibu nya seorang pedagang disalah satu pasar. Martha tumbuh dalam lingkungan yang sangat taat ibadah, setiap minggu mereka rajin ke gereja atau setiap hari nya mereka rajin mengunjungi gereja hanya untuk membersihkannya atau bertemu para jamaat. Sebagai Pendeta, ayah Martha sangat disegani dan dihormati tidak terkecuali Ibunya dan Martha sendiri. Martha kecil sudah sangat ditanamkan nilai-nilai keagamaan yang baik oleh keluarganya. Apabila ada yang bertanya cita-cita Martha pasti dia selalu menjawab ingin seperti Bapak mengabdi kepada Tuhan dan Jamaat. Semua orang tertawa dan bangga dengan cara menjawab Martha yang begitu berekspresi.
Kadang-kadang sepulang sekolah, Martha pergi kepasar menemani Ibunya berjualan di pasar. Ibu Martha memiliki toko yang menjual barang-barang rumah tangga yang sudah turun temurun diturunkan oleh keluarganya.
“Martha, bantu mamak ne bajaga warong” kata Ibunya dengan bahasa dan logat khas Manado, yang artinya “Martha, bantu Ibu untuk jaga warung”
Martha mengangguk tanda setuju.
Itu lah Martha anak semata wayang yang selalu dibanggakan oleh Ayah dan Ibu nya. Selain rajin Martha juga pintar. Tetapi Martha termasuk anak yang pendiam dan tertutup walaupun dengan orang tuanya.
Pernah suatu hari Martha di ejek teman-teman sekolahnya karena mereka tau Martha suka pergi kepasar dan menjaga warung. Sampai Martha menangis dan takut untuk pergi ke sekolah. Martha tidak pernah menceritakan hal ini kepada siapun. Sampai akhirnya Ibunya menemukan dia sedang menangis di sudut warung, dengan sabar Ibunya menanyakan ada apa dengannya. Akhirnya Martha mau bercerita masalah yang dihadapinya. Dan dengan tenang Ibunya memberikan nasihat.
“Biar dorang ada hina dan maki pa ngana, yang penting ngana harus inga Martha, torang ini bukang pancuri, torang bukang orang pambadusta. Torang cari doi dengan cara yang benar. Tidak usah Martha basedih seperti ini, Martha harus bangga, jangan malu. Belum tentu dorang yang ja bahina pa Martha dapat bantu pa dorang pe orang tua.” Kata Ibu sambil tersenyum.
Artinya “Biarlah mereka menghina dan menjelekan kamu, yang penting kamu harus ingat Martha, kita ini bukan pencuri atau pembohong. Kita mencari uang dengan cara yang benar. Tidak usah Martha bersedih seperti ini, Martha harus bangga, jangan malu. Belum tentu mereka yang menghina Martha bisa bantu orang tuanya.”
“Iyo, Mamak” angguk Martha sambil mengusap air matanya.
Itulah Martha kecil yang sangat pendiam dan menyenangkan orang tuanya.
B. Masa Dewasa
12 tahun sudah berlalu kini Martha berusia 17 tahun, Martha masih melanjutkan pendidikannya di sekolah menengah atas yang ada di kota Manado. Semua berjalan dengan normal seperti biasanya. Sampai akhirnya Martha bertemu dengan Ricky, seorang mahasiswa tingkat 2 yang berkuliah tidak jauh dengan sekolah Martha, mereka bertemu ketika ada kunjungan para mahasiswa ke sekolah SMA untuk mempromosikan kampus mereka. Martha dan Ricky sama-sama tertarik. Hal ini di ketahui oleh teman Martha, kalau Martha suka curi pandang kepada Ricky. Karena Martha adalah anak pendeta, jadi Martha suka diminta untuk memimpin doa bagi semua para tamu undangan. Martha sangat bersemangat karena Ricky selalu ada disampingnya. Selama 2 hari kunjungan para mahasiswa, hubungan Martha dan Ricky semakin dekat. Ricky suka mengantar Martha pulang. Martha sudah tidak pernah ke pasar lagi semenjak kelas 1 SMA karena warung ibunya sudah tidak ada. Warung itu digusur karena terkena perluasan pasar pada saat itu. Dan sekarang Ibu membuka warung kecil di depan rumah.
Ricky anak yang baik, dia selalu bisa meluluhkan hati Ayah dan Ibu, selalu bisa mencairkn suasana dengan segala obrolannya.
Selain Ricky, ada teman sekelas Martha yaitu Faisal yang menyukai Martha dari pertama kali mereka berkenalan, Faisal adalah seorang muslim keturunan arab yang tinggal di Manado. Faisal berasal dari keluarga berada, Ayah nya seorang juragan beras yang sangat terkenal. Tetapi walaupun dari keluarga kaya, Faisal tidak pernah memamerkan hartanya. Dia bilang “itu kan punya Bapak ku, bukan punya Aku”
Faisal dan Martha sempat dekat dari mereka kelas 1 tetapi orang tua Martha tidak setuju karena mereka beda keyakinan. Martha sempat tertekan dengan masalah ini, karena Faisal adalah cinta pertamanya. Sampai suatu saat Faisal pernah berkata kepada Martha, “Aku akan tetap menunggu mu Martha sampai kapan pun”. Setelah itu Faisal pindah ke Jakarta karena dia diminta untuk menemani neneknya yang ada disana. Martha sangat berantakan pada saat itu, nilai sekolahnya menurun. Sampai Ibu dan Ayah dipanggil kesekolah.
Setelah 2 tahun kepindahan Faisal, Martha dapat tersenyum kembali karena ada Ricky yang dapat mengembalikan senyumnya.
Mereka berpacaran sampai Martha lulus sekolah dan melanjutkan kuliah di kampus yang sama dengan Ricky, intensitas mereka bertemu pun semakin sering. Mereka jadi sering keluar malam bersama dengan alasan mengerjakan tugas kelompok.
Ricky memang memiliki wajah yang tampan, tinggi yang pas, kulit putih, bersih. Semua wanita pasti tergila-gila dibuatnya, tapi hanya Martha lah yang dipilih Ricky, seorang gadis lugu yang tidak terlalu mengikuti perkembangan gaya yang sedang trend.
Karena sering pulang malam, Ibu pun sering juga memperingatkan Martha, dengan apa yang dilakukannya untuk dapat menjaga nama baik keluarga. Martha mengiyakan perkataan ibunya.
Sampai suatu ketika ibunya menemukan Test Pack atau alat yang digunakan untuk mengecek hasil kehamilan dikamar Martha dang yang bikin Ibu menangis adalah hasilnya positif. Martha pun disidang oleh Bapak dan Ibunya. Sedangkan Ricky tidak mau bertanggung jawab atas perbuatannya itu.
Martha telah mencoreng nama baik keluarga, tidak kuat dengan kejadian ini. Ibunya pun meninggal karena serangan jantung, hal ini membuat Martha semakin terpukul. Hal ini belum ada banyak masyarakat yang tahu. Ayahnya sangat membenci Martha, dia diberhentikan dari kampus oleh ayahnya. Semuanya sudah hancur, Martha yang dahulu dibanggakan oleh Bapak dan Ibunya kita menjadi petaka bagi keluarga nya.
“Hei Martha, Bapak sudah muak dengan kejadian ini. Bapak tidak tahu apakah Tuhan sedang menghukum Bapak? Apakah Bapak sebagai pelayan Tuhan tidak berkenan dihadapan Tuhan sampai kau berbuat hina seperti ini?” Kata Bapak
“Jangan bilang seperti itu pak, Martha bersalah. Martha mengakui dosa yang telah Martha berbuat” kata Martha sambil menangis.
“Siapa yang akan bertanggung jawab Martha, siapa?” Bentak Bapak, “Mau ditaruh dimana muka Bapak jika berita ini sampai kepada jemaat gereja.”
Martha hanya terdiam dan menangis. Dan seketika Martha teringat sosok Faisal yang tulus mencintainya.
Martha pergi kerumah Faisal berharap dapat menemukan informasi dari Ayah Faisal, dan benar saja, Martha memperoleh alamat Faisal di Jakarta.
C. Jakarta 1980
Martha memutuskan untuk pergi ke Jakarta menemui Faisal, Martha pergi seorang diri dalam keadaan yang sangat berantakan. Dengan modal alamat yang diberikan oleh Ayah Faisal, Martha mencari alamat tersebut. Akhirnya Asrama Kampus Universitas Indonesia pada saat itu Depok sangatlah gelao dan sepi, ditambah suasana di Universitas Indonesia masih banyak hutan. Dengan memberanikan diri Martha mengunjungi Asrama Mahasiswa yang berbeda gedung dengan Asrama Mahasiswi.
Setelah sampai di depan kamar 104, Martha mengetuk pintu berharap Faisal ada di dalam. Dan ternyata yang membukakan pintu Ardhan teman sekamar Faisal.
“Mau mencari siapa, Mbak?” Tanya Ardha dengan logat Jawa yang kental.
“Saya Martha, Apakah disini ada Mahasiswa yang bernama Faisal?” Jawab Martha dengan suara pelan
“Ohh Mas Faisal, benar Mbak, Mas Faisal tinggal di kamar ini. Tapi sekarang Mas Faisalnya sedang ada praktikum. Mungkin jam 8 baru pulang. Jika tidak keberatan Mbaknya bisa kok menunggu di depan ruang tunggu”
“Syukur Tuhan, baik terima kasih Mas, akan saya tunggu” jawab Martha.
Sebelum jam 8, Faisal sudah kembali ke asrama. Langsung disambut oleh Ardhan. “Sudah ketemu, Mas?” Tanya Ardhan spontan.
“Ketemu apa Dhan”
“Tadi ada perempuan yang mencari kamu, Mas. Kalau gak salah namanya tuh Martha”
“Hah, Martha” tanya Faisal kaget “Dimana dia sekarang Dhan?”
“Tadi sih aku suruh tunggu di ruang tunggu, Mas”
Faisal langsung berlari menuju ruang tunggu tamu, dan sedikit berteriak “Makasi yo, Dhan”
Di ruang tunggu, Faisal melihat Martha yang sudah lama tidak dia lihat. Martha semakin cantik dari terakhir dia lihat di kelas 1 SMA.
“Martha!” Sapa Faisal
Martha langsung berbalik arah dan langsung memeluk Faisal sambil menangis. Akhirnya Martha menceritakan semua nya kepada Faisal dari awal sampai akhir.
Faisal memutuskan untuk sementara waktu Martha tinggal dengan Rayi, sahabat Faisal di kampus.
“Assalamualaikum”
“Waalaikumusalam” jawab Rayi, “eh Mas Faisal ada apa mas malam-malam kesini? Ada yang bisa Rayi bantu?”
“Begini Rayi, Mas mau minta tolong ke kamu. Ada teman mas yang tidak punya keluarga disini dan dia tidak punya tempat tinggal, boleh untuk sementara waktu dia tinggal sama kamu, 2-3 hari? Nanti Mas carikan tempat Kost untuknya setelah itu.”
“Oh boleh Mas” jawab Rayi tersenyum. “Perkenalkan nama saya Rayi, Mbak. Mbak dengan siapa? Siapa tau kita bisa menjadi sahabat Mbak” tanya Rayi
“Saya Martha, Martha Perengkuan”
“Dari namanya sepertinya Mbak bukan asal sini ya?”
“Iya, Rayi, Saya dari Manado”
“Ayo silahkan masuk Mbak, anggap kamar sendiri ya Mbak”
Rayi adalah sahabat Faisal, anaknya tidak terlalu tinggi, putih, cantik, bersih, dan dia berjilbab. Tidak main-main, jilbab yang digunakan Rayi hampir menutupi seluruh anggota tubuhnya. Sangat cantik. Rayi juga termasuk orang yang mudah bergaul, dia bisa memulai pembicaraan walaupun belum mengenal Martha. Martha sangat bersyukur sekali karena Rayi benar-benar sangat membantunya, dia merasa punya keluarga baru dan kehidupan baru. Rayi tidak tahu kejadian yang sedang dialami Martha, Rayi tidak tahu bahwa Martha sedang mengandung.
Faisal meminta maaf ke Rayi karena dia belum mendapat mencarikan tempat kost untuk Martha, jadi Faisal meminta tolong kepada Rayi agar dapat berbagi kamar dengan Martha untuk beberapa minggu lagi setelah itu Faisal berjanji untuk mencarikan tempat tinggal untuk Martha. Rayi pun tidak merasa keberatan. Rayi merasa sangat senang karena dia merasa mempunyai kakak perempuan, karena Rayi hanya memiliki kakak laki-laki yang sekarang sudah meninggal.
“Mbak Martha, aku senang deh ada Mbak disini, aku seperti punya kakak perempuan. Aku itu cuma punya kakak laki-laki hanya saja dia meninggal ketika kelas 2 SMP, kena sakit Demam Berdarag” kata Rayi sambil membereskan buku-buku di lemari nya.
“Ah Rayi, Aku yang seharusnya berterima kasih sama kamu, kamu baik sama aku.”
“Oh iya Mbak Martha, Rayi boleh tanya gak? Sebenarnya Mbak itu siapanya Mas Faisal?” Tanya Rayi
Memang tidak ada salahnya sih jika Rayi menanyakan hal itu, karena aku belum menjelaskan.
“Kata Mas Faisal, Mbak Martha ini saudara jauhnya yaa?” Sambung Rayi
Karena bingung dan malu akhirnya Martha hanya mengangguk.
Pada suatu malam Rayi terbangun untuk sholat tahajud, memang untuk urusan agama Rayi sangat taat, dia mengerjakan ibadah wajib dan sunah, Rayi juga rajin puasa sunah, dia bilang sudah terbiasa. Setelah Sholat Tahajud biasanya Rayi lanjutkan dengan Tilawah (membaca ayat suci Al-Quran). Tiba-tiba dari belakang, Rayi merasa ada yang mengamatinya, Rayi pun menyelesaikan bacaan Al-Qurannya. Dan menoleh kebelakang. Ternyata Martha dari tadi memperhatikan Rayi.
“Eh, Mbak Martha maaf, berisik ya Mbak?”
“Ah tidak kok Rayi, suara kamu sangat merdu sekali, aku senang mendengarkan”
“Alhamdulillah Mbak, Rayi sudah belajar dari kecil” Kata Rayi, “Oh iya, Mbak maaf sekali Rayi boleh bertanya sekali lagi?”
“Iya Rayi silahkan” jawab Martha
“Sebenarnya Mbak Martha ini beribadah apa? Maaf Mbak, Rayi hanya ingin tahu saja”
Dengan tersenyum Martha menjawab, “Saya terlahir sebagai Kristen Protestan, Rayi”
“Astagfirullah, Maaf Mbak saya tidak bermaksud untuk...”
“Sudah tidak apa-ap Rayi” jawab Martha memotong pernyataan Rayi. “Rayi boleh Mbak minta tolong ke kamu?” Lanjut Martha
“Boleh Mbak, apa yang bisa Rayi bantu lagi mbak?”
“Boleh ajarkan Mbak tentang Islam?” Tanya Martha
Rayi terdiam bingung ingin menjawab apa, Rayi seperti tersambar halilintar mendengar ucapan dari mulut Martha.
“Aku merasa sangat damai Rayi ketika kamu melantunkan Ayat suci itu, aku merasa semua masalah ku menghilang. Sebenernya nya setiap kamu bangun di tengah malam, aku selalu memperhatikan mu dari belakang, dan aku sangat iri sekali dengan mu. Bukan hanya cantik ternyata kamu juga rajin beribadah” kata Martha
“Baik Mbak Martha, Rayi akan menolong Mbak, nanti Rayi coba ajak Mbak bertemu dengan teman-teman Rayi yang mu’alaf (sebutan bagi orang yang masuk kedalam agam Islam).” Jawab Rayi sambil tersenyum
Setelah 1 bulan Martha di Jakarta, akhirnya Martha memutuskan menjadi Mu’alaf. Bukan paksaan dari siapapun, tapi murni dari lubuk hatinya yang paling dalam. Dia ingin anak yang dikandungnya menjadi Ahli Ibadah dalam agama Islam.
Dengan membaca 2 kalimat Syahadat dan disaksikan oleh Mas Faisal, Rayi, dan rekan-rekan yang lainnya Martha pindah keyakinan meninggalkan keyakinannya yang lama. Mereka bertakbir dan sambil menangis bahagia “Allahuakbar”.
Martha memeluk Rayi sambil berkata, “Terima Kasih Rayi adik ku, engkau telah memberikan jalan bagiku”
“Mbak Martha, Rayi tidak melakukan apapun jadi Mbak Martha tidak perlu berterima kasih kepada Rayi, Mbak Martha hanya perlu bersyukur kepada Allah Swt, karena memberikan Mbak Martha hidayah Islam di hati Mbak. Semoga Mbak tetap Istiqomah, Rayi akan selalu mendukung dan membantu Mbak” kata Rayi sambil menangis.
Disinilah di Jakarta di tahun 1980, Martha merubah namanya menjadi Siti Maryam, dimana dengan nama itu yang ingin dia sampaikan sebagai doa untuk dirinya sendiri. Seorang Wanita yang menjaga kesuciannya dan hanya mengabdi kepada Allah Swt semata, tapi hal itu sangat terbalik dengan nya. Setidaknya kini dia hanya ingin mengabdi kepada Allah Swt dan membesarkan anak yang sedang dia kandung dengan baik.
D. Manado 1981
Martha atau Maryam bersama Mas Faisal kembali ke Manado untuk menemui Pendeta Parengkuan dia adalah Ayah Martha. Ketika sampai depan pintu alangkah kaget dan emosi nya Ayah Martha melihat anaknya sekarang sudah mengenakan jilbab panjang, dia menyalahkan Faisal karena dia mengira Faisal lah yang membuat Martha menjadi seperti itu. Martha dan Faisal diusir dari rumahnya.
Tak menyerah mereka berdua datang lagi, kerumah Martha, semoga ada sedikit titik terang dalam hati Ayahnya. Tetapi tetap Ayahnya tidak mau berbicara dengan Martha.
Sampai suatu hari Martha berkata kepada Ayahnya, “Apakah Bapak tidak kasihan kepada saya? Tidak ada laki-laki yang mau menikahi Martha, Pak.” Kata Martha sambil menangis
“Harusnya Bapak berterima kasih kepada Faisal karena dia rela menikahi aku dan mengakui anak ini sebagai anaknya padahal ini bukan berasal dari nya.” Lanjut Martha
“Masalah Martha pindah keyakinan, ini bukan ajakan siapa-siapa Pak, bukan karena Faisal atau siapapun, tapi dari dalam sini Pak, Martha menunjuk dadanya. Tidak ada satu orangpun yang mempengaruhi Martha, Pak”
Bapak Martha dan Faisal hanya terdiam. Faisal merasa senang karena Martha yang pendiam bisa mengutarakan perasaannya sekarang dengan lantang dan tetap dengan rasa hormat kepada Bapaknya.
Akhirnya Pendeta Parengkuan mau menikahkan Martha dengan Faisal, dengan syarat tidak boleh ada yang tahu pernikahan ini terutama jemaat gerejanya.
Faisal menunggu hingga Martha melahirkan anak yang dikandungnya, karena dalam hukum Islam menikahi wanita yang sedang hamil adalah dosa, kecuali apabila wanita itu sudah melahirkan dan habis masa nifasnya.
Setelah Martha melahirkan bayi yang dikandungnya selama 9 bulan dan menunggu masa nifasnya, Faisal pun menikahi Martha. Pernikahan ini sangat amat sederhana. Hanya penghulu, Bapak Martha, Ayah dan Ibu Faisal, dan beberapa orang saksi. Tidak ada makan-makan dan tidak ada perayaan, sangat sederhana tetapi sangat bermakna. Setelah itu Martha dan Faisal kembali ke Jakarta, karena Martha sudah tidak boleh lagi menginjakan kaki di rumahnya oleh Bapaknya. Sudah banyak yang Martha lakukan tetapi itu semua mencoret muka Bapaknya.
2. Aku
A. Jakarta 1982
Setahun setelah pernikahan dan kelahiran anaknya, Martha dinyatakan oleh dokter tidak dapat memiliki anak lagi karena ada penyakit yang mengganggu rahimnya. Ini membuat sedih Martha, karena dia belum sempat memiliki keturunan dari Faisal.
“Tidak apa-apa Martha, ini semua sudah takdir Allah, kita hanya bisa berusaha. Janganlah bersedih. Kamu ingat cerita Nabi Zakaria yang memiliki anak di usia tua mereka, mereka tetap berusaha dan berdoa. Tidak ada yang perlu disesalkan Martha.” Kata Mas Faisal sambil tersenyum membesarkan hati istrinya.
“Iya Mas, aku hanya sedih” lanjut Martha.
“Sekarang kita berusaha ya untuk anak ini, semoga dia dapat menjadi anak yang sholehah, yang bisa membawa kita ke Surga nantinya”
Martha hanya mangangguk, tanda setuju.
Untuk memenuhi kebutuhan anak dan istrinya, Faisal bekerja sambil kuliah. Faisal bekerja sebagai staff pelayan di restoran milik sahabatnya, baginya tidak ada pekerjaan yang rendah walaupun hanya seorang pelayan. Yang rendah baginya adalah apabila dia mengemis kepada orang lain. Faisal bekerja di sore hari karena paginya dia harus kuliah, tiada waktu bersantai baginya. Yang ada dipikirannya adalah anak dan istrinya serta kuliahnya. Sebagai bentuk tanggung jawabnya kepada orang-orang yang telah mencintainya selama ini.
B. Jakarta 1985
Martha sudah memiliki usaha sendiri, Martha membuka usaha rumah makan untuk para mahasiswa, dan Faisal sudah tidak bekerja di restoran tempat sahabatnya. Faisal dan Martha punya usaha sendiri dari duit yang mereka kumpulkan sebagai modal. Anak mereka semata wayang sekarang sudah berumur 4 tahun, memang masih dalam masa pertumbuhan tetapi untuknya dia anak yang pintar tidak rewel kalau ditinggal. Rumah Makan mereka sangat digemari oleh para Mahasiswa selain pas dikantong harganya, rasanya pun pas di lidah. Tidak heran kalau banyak mahasiswa yang suka meminta pesanan kepada Umi Martha (walaupun Martha sudah mengganti nama menjadi Maryam, tetapi nama aslinya lah yang banyak diketahui orang).
Tepat di bulan April 1985 Faisal dipanggil kembali kepada Sang Khalik. Hal ini membuat semuanya terpukul, sahabat-sahabatnya, para pelanggannya, Rayi (yang sekarang sudah menikah juga dan mengikuti suaminya tinggal di daerah Bekasi), terutama Martha, orang yang sangat mencintai Faisal tulus ikhlas dan imbalan apapun. Faisal meninggal karena penyakit yang sudah dideritanya dari lama yaitu, kanker otak.
Semuanya seakan berhenti bagi Martha, semua seakan hilang dari hadapannya. Tidak ada lagi penyemangat dalam hidupnya, tidak ada lagi kekuatan dalam hidupnya. Yang dia punya hanyalah seorang anak yang semakin hari semakin pintar.
“Umi, Abi kenapa sih? Kok bobok aja?” Bisik anaknya di depan jenazah Faisal
Pertanyaan ini membuat Martha tidak bisa menahan air matanya, dia hanya berdoa kepada Allah, agar suaminya diampuni segala kesalahannya.
Sejak Faisal meninggal, hari-hari Martha pun menjadi sangat suram. Tidak seperti tidak melihat lagi warna matahari dalam hidupnya. Martha kembali seperti Martha yang dahulu yaitu Martha yang pendiam. Hanya anaknyalah sebagai semangat dalam hari-harinya.
Kedai Makan pun sempat tutup beberapa lama karena masih dalam suasana duka. Sampai suatu hari Rayi berkunjung kerumah Martha.
“Assalamualaikum, Mbak Martha”
“Waalaikumusalam, siapa ya?” Jawab Martha
Ketika dibukakan pintu. Martha sangat bahagia dan tersenyum.
“Rayi, apakabar kamu? Tanya Martha, “Ayo masuk silahkan.”
Rayi pun masuk, mereka pun bercerita melepas kerinduan mereka. Rayi seperti biasa selalu memberikan kata-kata penyemangatnya untuk Martha. Akhirnya Martha kembali tersenyum.
“Alhamdulillah, Rayi senang melihat Mbak kembali tersenyum. Kita boleh kehilangan Mbak atas kepergian Mas Faisal tapi ingat kita juga masih butuh melanjutkan kehidupan kita. Yang penting kita selalu kirim doa untuk Mas Faisal” kata Rayi
“Iya Rayi, terima kasih masukan kamu. Aku sangat terbantukan. Mulai besok Mbak akan buka Kedai Makan lagi, kasihan para mahasiswa pada nanyain”
“Nah gitu dong Mbak, harus tetap semangat.”
Mereka berdua berpelukan tanda bahagia.
C. Kedai Makan Umi Martha
Kelezatan dan harganya yang murah sudah terkenal di kalangan mahasiswa sekitaran tempat kedai makan umi Martha. Martha merasa sangat bersyukur sekali karena ternyata dia bisa berdiri dikaki sendiri tanpa bantuan suaminya, walaupun dia sedikit sibuk kalau pesanan sedang banyaknya.
Enam tahun setelah Faisal meninggal bukan waktu yang cepat bagi Martha untuk dapat melupakan Faisal begitu saja, Martha masih menangis didalam doanya setelah dia habis Sholat, mendoakan mendiang suaminya.
Anak Martha pun sekarang sudah SD sudah berumur 10 tahun. Mereka saling bekerja sama dalam mengelola Kedai Makan, hanya itulah satu-satu nya harta yang ditinggalkan oleh Faisal untuk Martha. Martha tau Faisal adalah anak orang kaya, Orang tuanya mempunyai usaha yang cukup maju di Manado, tetapi Faisal tidak membiasakan diri untuk meminta sesuatu kepada orang tuanya.
“Nak, kamu harus selalu menjadi anak yang berbakti ya kepada orang tua mu, walaupun Abi mu sudah tiada, kamu harus selalu mendoakan Abi, agar Abi bahagia disana. Dan kita dapat berkumpul lagi nanti.” Kata Martha kepada anaknya.
“Iya Umi, aku akan selalu ada untuk Abi dan Umi. Aku sayang sama Umi dan Abi” jawab anaknya.
Seketika Martha teringat masa kecilnya yang suka membantu Ibunya di pasar sepulang sekolah, dia juga mendidik anaknya agar menjadi anak yang sangat mandiri.
“Nak, kamu harus menjadi orang yang sukses ya nak di dunia ini dan di akhirat. Ingat selalu Nak kata Umi, Beribadahlah kamu seakan kamu mati esok, dan bekerjalah kamu seakan kamu hidup selamanya. Islam ini agama untuk semua makhluk Nak, jangan kamu tinggalkan Sholat kamu, kalau kamu rindu sama Abi mu. Dengan Sholat kita dapat meminta kepada Allah agar selalu menjaga Abi.” Lanjut Martha
“Iya Umi, Insya Allah doakan Aku selalu ya.
Martha sangat bahagia seperti mendapatkan hujan ditengan teriknya matahari. Putri kecilnya seakan menjadi Oasis ditengah tandusnya padang kehidupan Martha setelah di tinggal Faisal.
Banyak rasa syukur yang tak kunjung Martha panjatkan kepada Allah Swt, karena dengan harta peninggalan suaminya, Kedai Makan, Martha dapat mengantarkan anak semata wayangnya menuju ke sekolah tinggi favorit, ya Anak Martha mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di Singapura, Negera yang menjunjung tinggi pendidikan. Sebenarnya dia mempunyai kesempatan untuk berkuliah di Amerika tapi itu tidak di ambilnya karena menurutnya itu sangat jauh, kasihan dengan Umi.
D. Adinda Putri Faisal
Aku adalah Adinda Putri Faisal, anak semata wayang Umi Martha dan Abi Faisal. Sekarang umurku 17 tahun dan sekarang aku bersiap untuk berkuliah di salah satu Universitas di Negara Singapura. Bagiku ini adalah kesempatan yang sangat luar biasa. Dari sejak sekolah dasar aku selalu mendapatkan beasiswa bahkan untuk melanjutkan jenjang kuliah di Singapura pun aku tidak mengeluarkan biaya karena aku mengikuti program beasiswa dari pemerintah. Di tahun 1998 belum banyak program pendidikan yang ditawarkan pemerintah, makanha untuk mendapat kan program ini aku belajar mati-matian. Tidak ada yang namanya bimbingan belajar atau les private, semua aku lakukan dengan usahaku sendiri. Tidak ada biaya untuk les private, uang yang kami dapat dari Kedai Makan hanya cukup untuk makan kami saja. Ditambah di tahun itu Indonesia sedang mengalami Krisis Moneter yang meraja lela, dari semua sektor di Indonesia mengalami kenaikan harga yang luar biasa. Penjarahan terjadi dimana-mana, pemberontakan akan pemerintah seakan menjadi usaha kami pun turut menjadi dampaknya. Ya, setahun yang lalu tepatnya tahun 1997, Umi menutup Kedai Makan yang sudah Ia pertahankan dengan keringat dan jerih payahnya serta tak lupa dengan campur tangan Abi untuk pertama kali. Umi terlihat sangat murung sekali, dia lah harapan ku satu-satunya. Aku tidak boleh membiarkannya bersedih.
“Adinda, bagaimana persiapan kamu?” Tanya Umi memecahkan lamunanku
“Eh Umi, ini Mi, Dinda sedang mengurus berkas-berkasnya. Berkas Imigrasi dan berkas dari sekolah.” Jawab Ku.
“Adinda, Umi mau bicara, ini Umi ada sedikit uang sayang untuk kamu berkuliah di Singapur nanti, ini ada uang yang sudah Umi tabung untuk masa depan kamu sayang.”
“Umi, ini untuk Umi aja disimpan, Adinda kan dapat beasiswa Mi.”
“Jangan Nak, ini rejeki kamu. Umi tidak akan menahannya. Jangan lupa Nak, kamu selalu Sholat sesibuk apapun kamu. Jangan lupa selalu doakan Abi mu dan Umi. Umi akan selalu berdoa untuk keberhasilan kamu Nak” Kata Umi sambil menangis.
Aku tidak dapat berkata apa-apa selain memeluk erat Umi. Dia adalah Ibu terkuat yang pernah aku miliki.
Sempat Aku teringat ketika, aku masih kelas 4 SD. Aku di ada pelajaran kunjungan ke Kebun Raya Bogor dan harus membayar uang Iuran, aku tahu pada saat itu keuangan Umi sedang tidak stabil tapi Umi terus berusaha bekerja apapun bahkan sebagai tukang cuci di tempat Kost depan rumah untuk mengumpulkan uang. Umi pernah bilang, Dia akan melakukan apapun agar Aku tidak tertinggal dari teman-teman yang lain. Walaupun Umi hanya menjadi Orang tua tunggal, tapi bagi ku Umi adalah orang tua yang sangat kuat. Umi bisa menjadi sosok Ibu sekaligus Ayah.
Ketika aku terbangun dari tidur ku, aku selalu mendengarkan Umi berdoa untuk keselamatan diriku, kebaikan Abi di alam sana, kebaikan kami sekeluarga.
Sebenarnya aku sangat ragu sekali untuk meninggalkan Umi sendiri di Jakarta, karena aku tahu kami tidak punya siapa-siapa di Jakarta ini, kecuali sahabat Abi dan Umi, Tante Rayi, aku sempat beberapa kali bertemu dengan Tante Rayi, Ia mempunyai anak yang lebih muda dua tahun dari aku, sekarang anaknya masih SMA. Tapi aku tidak punya harapan yang banyak karena Tante Rayi juga memiliki urusan keluarga sendiri.
“Umi, gak apa-apa kalau Dinda tinggal ke Singapur?”
Tanya ku ketika kami sedang di dapur
“Adinda sayang, gapailah cita-cita mu sayang, jangan pikirkan Umi. Insya Allah ada Allah yang jaga Umi. Yang penting kamu sekolah yang baik agar kembali kesini kamu bisa membuat Umi dan Almarhum Abi kamu bangga. Jadilah seorang Sarjana yang dapat bermanfaat bagi agama mu, dan orang-orang sekitar mu sayang.” Jawab Umi
Mendengar jawaban Umi yang sangat bijak, aku menjadi sangat lega. Aku menjadi bersemangat untuk menjalankan hari-hari di Negeri Singa itu. Ku pikir jarak Jakarta dan Singapur tidaklah begitu jauh jadi aku bisa pulang ke Indonesia untuk bertemu Umi.
3. Wisuda, Cinta dari Seorang Wanita!
A. Makam Abi Faisal
Sehari sebelum aku berangkat ke Singapura, Aku dan Umi menyempatkan diri pergi ke makan Abi, sekedar melepaskan rindu padanya. Setelah membacakan Surah Al-fatihah dan Ayat Kursi, Umi membacakan Surah Yassin. Aku selalu berbicara di depan pusara Abi, memang sih itu bukan hal yang baik tetapi itu bisa membuat aku seperti berbicara dengan Abi walaupun aku belum pernah berbicara langsung padanya.
“Assalamualaikum Abi, Abi ini Dinda. Abi tahu gak Dinda datang kesini bersama Umi. Oh iya Bi, besok Dinda mau ke Singapura loh Bi, Dinda dapat beasiswa dari pemerintah RI Bi, Dinda mau bikin Abi dan Umi bangga sama Dinda.” Kata ku
Mendengar kata-kata Ku, Umi tak dapat membendung air matanya. Dan Aku pun memeluk Umi, menguatkannya. Dan kami pun pulang ke rumah.
B. Soekarno Hatta International Airport
Hari ini adalah hari dimana paling menyedihkan bagi ku. Aku harus meninggalkan satu-satunya orang yang aku punya dalam hidup sendirian.
“Umi, Adinda pergi menuntut Ilmu, doakan Adinda agar bisa membuat Abi dan Umi bangga.” Kata Ku
“Iya Nak, Umi selalu mendoakan kamu dimanapun kamu berada. Ingat selalu Sholat ya Nak, jangan terpengaruh dengan dunia yang sementara ini. Ingat Umi disini Nak” Kata Umi
Aku berpelukan dengan Umi, aku menangis dalam pelukan Umi. “Aku akan pulang ke sini untuk bertemu Umi, kabari aku selalu ya Mi” kata ku pelan.
Panggilan di bandara untuk penumpang sudah diumumkan.
“Umi, Adinda pergi dulu. Assalamualaikum” lanjut ku
“Waalaikumusalam, Sayang” jawab Umi
Aku berpelukan dengan Umi cukup lama sekali. Tak bisa aku lupakan raut wajahnya, aroma badannya, keringatnya, Aku sayang Umi.
Di Bandara ini tempat yang selalu aku tunggu untuk bertemu dengan Umi.
C. Sarjana Yang Dijanjikan
Puji Syukur Aku ucapkan dalam waktu kurang dari 4 tahun aku dapat menyelesaikan waktu kuliahku. Aku selalu mendapat kan nilai cumlaude disetiap semesterku, bahkan nilai wisuda ku yang terbaik. Aku dapat mengalahkan mahasiswa lain dari berbagai negara. Aku bangga dengan diriku sendiri, ini berkat doa Umi dan doa ku juga.
Singapura tahun 2002 menjadi sejarah bagi ku seorang anak dari keluarga sederhana hanya dari biaya Kedai Makan Umi bisa mengantarkan aku menuju gelar sarjana ini. Aku sujud syukur kepada Allah karena kuasanya aku bisa meraih semua ini. Sekarang aku bersama sosok yang selalu aku banggakan kepada semua orang yang ada di kampus ku. Dia adalah Umi.
Semua aku cerita kan diatas podium, aku memberikan kata sambutan karena aku menjadi salah satu mahasiswa dengan nilai sempurna.
Aku mendengar semua orang bertepuk tangan, aku mendengar semuanya bergema dalam ruang Auditorium. Tapi mata ku hanya tertuju kepada satu wanita yang sangat aku cintai. Berkat keringatnya lah aku sampai di titik ini. Umi Maryam atau Umi Martha. Aku melihat Umi menangis, dan mengelap air matanya. Sambil tersenyum kepada ku yang berdiri di depan.
Beberapa hari kami di Singapura, akhirnya kami pulang ke Indonesia. Aku kembali mencium wangi rumah kami, aku kembali melihat foto Abi, aku kembali melihat Umi yang semakin menua.
Aku duduk di pinggir tempat tidur ku, dan berkata “Umi, terima kasih telah membimbing aku selama ini, terima kasih Umi telah menyebut nama ku dalam doa mu. Terima kasih Umi telah berkorban demi aku. Semua ini aku berikan untuk Umi, ini gelar sarjana yang dahulu aku janjikan Umi.
Umi memeluk ku dan berkata, “jadilah anak yang bermanfaat sayang. Karena banyak orang sukses tapi tidak dapat mendatangkan manfaat bagi sesama manusia”
4. Jakarta 2010
Sekarang aku sudah menikah dan tinggal bersama suami ku tak lupa dengan Umi juga ikut dengan kami. Semenjak lulus kuliah banyak tawaran kerja yang datang pada ku. Aku ingat pesan Umi untuk selalu menjadi orang yang bermanfaat. Akhirnya aku bekerja di Lembaga Sosial, aku menyukai aksi sosial karena bisa bermanfaat bagi orang banyak. Suami ku seorang CEO Perusahaan Telekomunikasi di Singapura, dia seorang Mu’alaf sama seperti Umi. Jonathan adalah suami ku, dia keturunan Asia-Amerika. Aku bertemu dengannya sewaktu di kampus, dan dia bersedia menjadi Mu’alaf sebelum menikahi aku. Aku sangat sayang kepadanya karena dia juga sangat menyayangi dan menghormati Umi.
Aku dikaruniai dua orang anak, putra dan putri. Yang kuberi nama Sulaiman dan Balqis. Mereka juga sangat sayang dengan Nenek mereka. Aku senang Umi bisa membantuku menjaga Sulaiman dan Balqis, walaupun kami punya asisten rumah tangga tapi urusan anak aku percaya sekali dengan Umi Martha.
Sulaiman dan Balqis sangat suka dengan masakan Umi, Umi biasanya membuatkan mereka Pancakes Selai kacang kesukaan mereka.
Sampai aku menulis cerita ini, Umi masih dalam keadaan sehat, bahkan Umi masih suka mengikuti pengajian di Masjid Pondok Indah. Memang sekarang kami tinggal di daerah Pondok Indah, tapi walaupun dekat aku selalu minta tolong Pak Ujang untuk mengantar dan menunggui Umi sampai Umi selesai mengikuti pengajian.
Aku bersyukur aku dikelilingi oleh orang-orang yang sangat mencintai aku.
Pada akhirnya aku berkata kepada Umi, “Umi terima kasih telah menjadi Abi dan Umi bagi Dinda.”
“Tidak ada yang bisa menggantikan posisi Abi mu sayang. Dihati ini hanya ada Abi.”
Dan setelah sekian lama aku baru tahu kalau aku Adinda Putri Faisal bukanlah anak kandung dari Abi Faisal, Umi menceritakan ini semua kepadaku. Tetapi aku tidak menyesal sama sekali aku bangga terhadap Abi dan Umi, yang selalu menanamkan nilai baikan di dalam hati ku.
Semua yang terjadi dalam hidupku adalah bentuk cinta dari seorang ibu terhadap anaknya dan pengorbanan dari seorang ayah untuk anak yang bukan berasal dari darah dagingnya sendiri. Semoga cerita ini bisa menjadi inspirasi untuk kita semua. Semoga pengalaman hidup dari orang tua ku bisa membuat kita selalu kuat menghadapi semua detail kehidupan ini. SEKIAN.
With Love 🖤